July 07, 2018

Cerai oleh Hakim Talak atau Fasakh?

Cerai oleh Hakim Talak atau Fasakh?
PERCERAIAN GUGAT CERAI: TALAK ATAU FASAKH?

Assalamu'alaikum wr. Wb
seorang wanita menggugat cerai suaminya, lalu suaminya menyerahkan putusannya pada hakim. Dalam sidang putusan disebutkan cerai talaq 1.

Pertanyaanya :
1. Apakah ini termasuk khuluq atau bukan, krn istri menuntut cerai krn suami tdk kunjung menceraikannya. Yg membuat ragu krn putusan hakim talaq bukan fasakh.

2. Berapa lama masa iddah wanita tersebut apakah 1x quru' atau 3x quru'

3. Dari kapan masa iddahx dihitung? Mengingat pada saat pembacaan hasil sidang putusan wanita tersebut sedang haid.. Apakah iddahnya dihitung saat haid berikutnya atau haid yg sdg di jalani wkt putusan sidang.

4. Apakah wanita trsbt hrs mengembalikan maharnya?

5. Seandainya hrs mengembalikan mahar apakah boleh mahar tsbt diberikan ke anaknya mengingat
anaknya sdg kuliah dan bapknya pelit utk dimintakan uang (memberikan anak tanpa memberitahu bapaknya..
Bolehkah?)

6. Bolehkah menikah setelah masa iddah selesai tpi sblm mengembalikan mahar.

Mohon jawaban agar tidak salah melangkah.. Trimkasih
Wassalamu'alaikum wr. Wb..

JAWABAN

1. Keputusan cerai oleh hakim disebut fasakh. Tidak bisa disebut talak (walaupun memakai istilah talak). Imam Syafi'i dalam Al-Umm, hlm. 5/128, menyatakan:

كل ما حُكِمَ فيه بالفرقة ، ولم ينطق بها الزوج ، ولم يردها ... فهذه فرقة لا تُسمَى طلاقاً

Artinya: Setiap perkara yang dihukumi dengan cara pisah, dan tidak diucapkan oleh suami, dan suami tidak menolaknya ... maka pemisahan hubungan seperti ini bukan talak.

Selanjutnya, Imam Syafi'i dalam Al-Umm (hlm. 5/199) menyatakan tentang dampak hukum fasakh:

وكل فسخٍ كان بين الزوجين فلا يقع به طلاق ، لا واحدة ولا ما بعدها

Artinya: Setiap fasakh yang terjadi antara suami istri itu tidak ada istilah talak, tidak satu tidak juga lebih (dua atau tiga).

Maksud pernyataan Imam Syafi'i di atas adalah bahwa dalam fasakh bukan talak raj'i, oleh karena itu tidak ada istilah talak 1, atau talak 2, atau talak 3. Baca detail: Fasakh dalam Gugat Cerai

2. 3x quru' (masa suci menurut madzhab Syafi'i; 3 kali masa haid menurut madzhab Hanbali).

Sebenarnya, ada dua pendapat tentang berapa lama iddah dari istri yang berpisah karena fasakh, dg rincian sebagaimana disebut oleh Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla, hlm. 9/358, sbb:

Pendapat pertama, sama dengan iddahnya talak yakni tiga quru' bagi wanita haid, atau tidak bulan bagi wanita yang tidak haid (karena menopause dll).

Pendapat kedua: tidak ada iddah kecuali bagi wanita hamba sahaya yang dimerdekakan yang menginginkan pisah dari suaminya. Ini pendapat madzhab Zhahiriyah.

3. Karena menurut madzhab Syafi'i quru' itu maknanya adalah masa suci, maka iddah dihitung setelah selesai haid.

4. Karena bukan khuluk, maka tidak perlu. Khuluk terjadi apabila yang menceraikan adalah suami secara langsung baik dengan lisan atau tulisan.

5. Karena bukan khuluk, maka tidak perlu mengembalikan mahar.

6. Boleh, karena memang tidak perlu mengembalikan mahar. Baca detail: Cerai dalam Islam

WAS-WAS UCAPAN BERDAMPAK TALAK

I. Apakah saat mengucapkan/melakukan sesuatu yang saya tahu saya tidak berniat macam-macam, lalu timbul kekhawatiran saat melakukannya/mengucapkannya (yang timbul bukan niat macam-macam, tapi kekhawatiran) namun saya tetap melanjutkan, apakah dianggap berniat?

IIA. Apakah kata 'kasih/beri' dihitung sebagai kata lafadz sharih?

IIB. Apakah kata 'pencar' dan 'bubar' termasuk lafadz sharih? Saya khawatir pernah menggunakan kedua kata ini beberapa kali dalam konteks yang jauh, namun yang saya takutkan penunjuk konteks tersebut bukan verbal, tapi situasional.

IIC. Baru saja saya bercerita pada istri dengan kata-kata "I broke (jeda agak sedetik) the record". Tidak ada penunjuk konteks secara verbal sebelumnya, hanya ada sesudahnya.
Apakah jeda satu detik antara kata 'I broke' dengan 'the record' menyebabkan ada dampak hukum?

IID. Istri saya berkata bahwa dia merasa tidak punya tempat (sesudah orang tuanya bersikap tidak masuk akal). Saya protes, saya bilang dia punya tempat bersama saya. Dia meminta saya untuk memahami maksudnya. Saya diam sejenak, lalu kembali mengulang bahwa saya suami nya, dan tempat seorang istri adalah bersama suaminya.
Apakah diam sejenak yang saya lakukan dianggap sebagai isyarat kinayah?

JAWABAN

I. Tergantung perbuatan atau ucapan apa itu? Kalau perbuatan mubah, maka tidak apa-apa. Kalau perbuatan haram, maka berdosa.

IIa. Bukan sharih. Kata shari yang disepakati ulama adalah talak/cerai. Sedangkan yang diselisihkan ulama adalah pisah (firaq), dan lepas (sarah). Baca detail: Kata Pisah: Sharih atau Kinayah?

IIb. Pencar bukan kata sharih. Bubar bisa disebut kinayah kalau konteksnya sedang bertengkar sama istri, seperti suami dengan marah menyatakan "Kalau gitu kita bubar saja." Tapi bukan kinayah kalau konteksnya di luar itu, seperti nonton bola lalu suami berkata "Bolanya sudah bubar"

IIc. Tidak ada. Kalimat anda itu jelas maknanya 'memecahkan rekor' tidak ada kaitannya dengan pernikahan.

IID. Bukan kinayah, karena anda berbicara tidak ada konotasi pemutusan hubungan. Yang dianggap kinayah itu adalah pemakaian kata ambigu (punya dua makna atau lebih) dan diucapkan saat bertengkar dengan istri. Ucapan "cerai" saja kalau konteksnya tidak dalam kondisi memutuskan hubungan nikah tidak berakibat jatuh talak. (ini penjelasan yang kesekian kalinya). Baca detail: Cerita Talak

Begitu juga diamnya anda tidak termasuk isyarah. Seandainya pun dianggap isyarah tetap tidak jatuh talak seperti dijelaskan sebelumnya.

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.