October 21, 2018

Noda Tidak Bisa Hilang saat Wudhu Mandi

Noda Tidak Bisa Hilang saat Wudhu Mandi
NODA TAK BISA HILANG SAAT WUDHU DAN MANDI: APAKAH SAH?

Assalamu'alaikum

Pak ustadz, saya mau bertanya.

1.saat selesai mandi wajib yang berselang 2-3 hari bahkan 1 minggu, baru teringat bahwa ada bagian badan yang belum terbasuh dengan air. Berapa lama jeda waktu tidak muwalah yang dioerbolehkan ? Apakah mandinya harus diulang atau hanya harus membasuh bagian yang belum terbasuh saja ?

2.jika hanya membasuh bagian yang belum terbasuh saja, apakah harus berniat lagi atau hanya dibasuh saja ? Jika berniat, apakah niatnya ? (jika ada dalilnya bisa tolong sertakan biar saya terhindar dari was-was)

3.telapak kaki sering terlihat kotor karena sering menginjak tanah, setelah disikat masih ada noda tanahnya. Apakah hal itu menjadi penghalang air saat wudhu dan mandi wajib ?

4.apakah bekas luka yang sudah mengering atau biasa disebut koreng menjadi penghalang air merata pada kulit ? Jika iya, apakah harus dikerik ? Jika tidak, apakah koreng yang bisa dikerik jika tidak dikerik tidak mengapa ?

5.terkait masalah tidak muwalah dalam mandi wajib. Jika tidak disayriatkan untuk berniat lagi saat mengetahui ada bagian yang belum terbasuh, berarti dibolehkan membasuhnya saat mandi biasa ? Apakah juga tetap harus dilintaskan niat ? Jika harus, bagaimana niatnya ?

6.apa beda mandi wajib, janabah, junub ? Apakah niat seperti ini benar ? "aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar fardhu (wajib) karena Allat Ta'ala", saya sering berniat mandi wajib seperti ini.

Saya sering was-was ketika ada bagian yang luoa terbasuh pak ustadz, seringkali saya putus asa karena saya berniat dengan niatan yang saya buat sendiri, sering saya kewalahan untuk berniatnya. Setelah saya cari di internet ternyata tidak usah dengan niat. Untuk klarifikasi, makanya saya tanyakan pada pak ustadz. Mohon jawaban yang sejelas-jelasnya agar saya tidak bid'ah dan tidak was-was lagi. Karena saya sering sehabis mandi wajib kelupaan pada bagian tertentu yang belum terbasuh dan jedanya juga cukup lama ada bisa sampai 1 minggu baru teringat lagi.

JAWABAN

1. Tidak perlu diulang, cukup membasuh bagian yang belum terbasuh. Baca detail: Mandi Wajib Tidak Merata

Namun, apabila ingatan ada pada bagian badan yang belum terbasuh itu masih berupa asumsi, maka tidak perlu melakukan apa-apa karena asumsi itu tidak dianggap dan hukum mandinya tetap sah. Sebagaimana kaidah fikih menyatakan: "Hukum sesuatu adalah kembali pada hukum asalnya" (الأصل بقاء ما كان علي ما كان). Dan kaidah fikih "Keyakinan tidak hilang karena keraguan" (اليقين لا يزول بالشك)

2. Tidak perlu berniat lagi. Karena niat mandi dan wudhu itu cukup di awal perbuatan dan tidak sah niat diucapkan di pertengahan perbuatan. Baca detail: https://www.konsultasisyariah.in/2015/02/kapan-niat-diucapkan.html

3. Apabila setelah disikat tidak bisa hilang, berarti noda tanahnya itu tidak berupa benda padat. Dalam hal ini, tidak menjadi penghalang. Itu sama dengan bekas warna inai (pacar, hena), pena, dll yang tidak harus dibuang. Imam Syafi'i dalam Al-Umm, hlm. 1/44, menyatakan:

وإن كان عليه علك و شيء ثخين فيمنع الماء أن يصل إلى الجلد لم يُجْزِهِ وضوءُهُ ذلك العضوَ حتى يُزيلَ عنه ذلك ، أو يُزيلَ منه ما يعلم أن الماء قد ماسَّ معه الجلدَ كُلَّه ، لا حائل دونه " انتهى .

Artinya: Apabila pada tubuh (anggota wudhu) terdapat karet dan sesuatu yang tebal / padat sehingga mencegah air sampai ke kulit maka tidak sah wudhu kecuali setelah dihilangkan terlebih dahulu penghalang tersebut atau dihilangkan sesuatu yang diketahui bahwa air telah menyentuh kulit seluruhnya seandainya tidak ada penghalang.

Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 1/456, menyatakan:

إذا كان على بعض أعضائه شمع أو عجين أو حناء وأشباه ذلك فمنع وصول الماء إلى شيء من العضو لم تصح طهارته سواء أكثر ذلك أم قل , ولو بقي على اليد وغيرها أثر الحناء ولونه دون عينه أو أثر دهن مائع بحيث يمس الماء بشرة العضو ويجري عليها لكن لا يثبت : صحت طهارته
Artinya: Apabila pada sebagian anggota tubuh terdapat lilin atau adonan atau pacar/inai dan yang serupa yang mencegah sampainya air pada anggota tubuh, maka tidak sah bersucinya baik (penghalang itu) banyak atau sedikit. Apabila masih tersisa pada tangan dan lainnya bekas inai/pacar tapi bukan bendanya atau bekas minyak wangi yang cair namun air bisa sampai pada kulit anggota tubuh dan mengalir di atasnya hanya tidak menetap maka sah bersucinya (wudhu/mandi wajib).

4. Tidak harus dikerik. Baca detail: Mandi Wajib Tidak Merata

5. Ya bisa dan tidak perlu dilintaskan niat baru. Baca detail: https://www.konsultasisyariah.in/2015/02/kapan-niat-diucapkan.html

6. Niat seperti itu sudah benar dan sah. Baca detail: Cara Wudhu dan Mandi Wajib

HUKUM BASAHAN SETELAH ISTINJAK

Setelah saya selesai bab kemudian saya istinja dengan air, setelah itu saya lap dengan handuk pada bagian kemaluan dan bagian belakang. Pada bagian kemaluan saya lupa apakah bagian lubang juga saya lap atau tidak, setelah itu saya pasang celana dan waktu itu kaki saya dalam keadaan basah karena belum saya lap, sewaktu pasang celana otomatis celana menjadi sedikit basah karena kaki basah dan memang cara itu biasa saya pakai biar saya tidak was-was, lalu saat sudah terpasang, pada celana dibagian kemaluan seperti ada basahan namun saya tidak tau basahan apa, saat saya pasang celana basaha itu keluar tepat pada bagian kemaluan. baru ketahuannya pada saat sudah pasang celana tadi, bukan pada saat sudah lama setelah pasang celana, kalaunya sudah lama setelah istinja pasti saya berpikiran bahwa ada cairan yang keluar, namun ini pada saat memasang celana dengan keadaan kaki basah, nah namun pada bagian kemaluan saya lupa apakah bagian lubang sudah saya lap atau tidak.

Pertanyaannya.

1.basahan apakah yang berbekas pada celana saya sewaktu saya memasang celana itu ?

2.bolehkah saya menghukumi basahan itu tidak najis ? Karena saya lupa apakah lubang kemaluan saya sudah saya lap atau belum tadi, jadi saya berasumsi bahwa itu adalah basahan bekas cebok dan juga basahan itu tidak jelas basahan apa ?

JAWABAN

1. kemungkinan basahan dari kaki anda.

2. Boleh.

Kotoran Kuku dan Koreng Penghalang Wudhu?

Kotoran Kuku dan Koreng Penghalang Wudhu?
MANDI WAJIB : HUKUM KORENG, KOTORAN KUKU DAN BEKAS LUKA APA TERMASUK PENGHALANG?

1.Berarti setelah mandi wajib selesai tetapi 1 atau 3 hari kemudian setelah mandi wajib teringat ada bagian yang tidak terkena air maka bagian tersebut hanya disiram air saja tanpa berniat lagi ?

2.Apakah koreng atau bekas luka yang mengering itu menjadi penghalang air drngan kulit ? Bagaimana jika korengnya bisa dikerik?

3.Apa saja yang menjadi penghalang air ke kulit saat wudhu atau mandi wajib ? Apakah bekas tahan yang tanahnya sudah tidak ada termasuk penghalang ?

4.apakah kotoran kuku menjadi penghalang air saat wudhu ? Saat saya mencari info tentang hal tersebut saya menemukan bahwa menurut imam Ghozali hal itu dimaafkan karena sulit dihindari. Apakah benar ?

JAWABAN

1. Ya. Namun perlu disadari bahwa apabila perasaan itu bersifat asumsi, maka tidak dianggap. Dalam arti mandi wajib anda dianggap sah. Hindari kebiasaan was-was. Itu bisa berbahaya bagi jiwa.

2. Tidak apa-apa. Termasuk dimaafkan. Dalam Hasyiyah Bajuri ‘Ala Ibni Qosim (madzhab Syafi'i), hlm. 1/51, dinyatakan:

ويجب إزالة ما عليهما من الحائل ، كالوسخ المتراكم من خارج ؛ إن لم يتعذر فصله ؛ وإلا لم يضر ، لكونه صار كالجزء من البدن... وكذلك : قشرة الدمل ، وإن سهلت إزالتها
Artinya: “Harus menghilangkan hal yang termasuk sebagai penghalang. Seperti kotoran yang bertumpuk-tumpuk dari luar. Kalau tidak ada uzur dalam memisahkannya. Kalau tidak bisa dan berbahaya maka tidak apa-apa (tidak perlu dibuang) karena ia menjadi bagian dari tubuh… begitu juga kulit bisul meskipun mudah untuk menghilangkannya.

Imam Nawawi dalam Al Majmuk, hlm. 2/232, menyatakan:

"قال أبو الليث الحنفي في نوازله: لو كان في الإنسان قرحة فبزأت [بمعنى : ارتفعت] وارتفع قشرها ، وأطراف القرحة متصلة بالجلد إلا الطرف الذى كان يخرج منه القيح ، فإنه مرتفع ولا يصل الماء إلى ما تحت القشرة : أجزأه وضوؤه " انتهى .
Artinya: Abu Laits al-Hanafi dalam Nawazil berkata: Apabila seseorang terdapat luka bernanah lalu hilang kulitnya sedangkan bagian dari luka itu bersambung dengan kulit kecuali bagian yang keluar nanah .. sedangkan air tidak sampai ke bagian kulit, maka wudhunya sah.

Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, hlm. 1/187, menyatakan soal salah satu syarat sahnya wudhu:

وأن لا يكون على العضو ما يغير الماء [ ص: 187 ] تغيرا ضارا أو جرم كثيف يمنع وصوله للبشرة لا نحو خضاب ودهن مائع وقول القفال تراكم الوسخ على العضو لا يمنع صحة الوضوء ولا النقض بلمسه يتعين فرضه فيما إذا صار جزءا من البدن لا يمكن فصله عنه كما مر
Artinya: Pada tubuh tidak boleh terdapat benda yang dapat merubah (status air) dengan perubahan yang membahayakan atau benda tebal yang mencegah sampainya air pada kulit. Bukan semisal khidab (cairan pewarna) dan minyak wangi yang cair. Pendapat Al Qaffal: bertumpuknya kotoran pada anggota tidak mencegah keabsahan wudhu juga tidak membatalkan wudhu dengan menyentuhnya yang jelas fardhunya dalam hal apabila telah menjadi bagian dari badan yang tidak bisa dipisah sebagaimana penjelasan yang lalu.

3. Kalau tanah itu tebal dan keras (seperti semen yang mengkristal) itu bisa menghalangi, tapi kalau hanya debu tidak menghalangi. Baca detail: Cara Wudhu dan Mandi Wajib

4. Ya benar dimaafkan. Suyuti al-Rahibani dalam kitab Matalib Ulin Nuha fi Syarhi Ghayat Al-Muntaha, hlm. 1/116, menyatakan:

وَلَا يَضُرُّ وَسَخٌ يَسِيرٌ تَحْتَ ظُفْرٍ وَنَحْوِهِ ، كَدَاخِلِ أَنْفِهِ ، وَلَوْ مَنَعَ وُصُولَ الْمَاءِ ، لِأَنَّهُ مِمَّا يَكْثُرُ وُقُوعُهُ عَادَةً ، فَلَوْ لَمْ يَصِحَّ الْوُضُوءُ مَعَهُ لَبَيَّنَهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إذْ لَا يَجُوزُ تَأْخِيرُ الْبَيَانِ عَنْ وَقْتِ الْحَاجَةِ. وَأَلْحَقَ بِهِ - أَيْ: بِالْوَسَخِ الْيَسِيرِ - الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ ابن تيمية : كُلَّ يَسِيرٍ مَنَعَ وُصُولَ الْمَاءِ ، كَدَمٍ وَعَجِينٍ فِي أَيِّ عُضْوٍ كَانَ مِنْ الْبَدَنِ ، وَاخْتَارَهُ قِيَاسًا عَلَى مَا تَحْتَ الظُّفْرِ . وَيَدْخُلُ فِيهِ الشُّقُوقُ الَّتِي فِي بَعْضِ الْأَعْضَاءِ
Artinya: Tidak apa-apa adanya kotoran yang sedikit di bawah / di dalam kuku dan sejenisnya seperti bagian dalam hidung. Walaupun itu mencegah sampainya air. Karena hal itu termasuk yang biasanya sering terjadi. Seandainya itu tidak sah niscaya Nabi akan menjelaskannya. Karena tidak boleh mengakhirkan penjelasan dari waktu yang dibutuhkan. Disamakan dengan kotoran yang sedikit adalah setiap hal yang sedikit yang mencegah sampainya air seperti darah, dan adonan di bagian tubuh manapun. Hal ini dianalogikan pada kotoran di dalam kuku. Termasuk juga ... yang terdapat di sebagian anggota tubuh.

ADA NODA DI CELANA, SUCI ATAU NAJIS?

Mau bertanya lagi pak ustadz terkait noda pada celana.

Saya masih bingung apakah ada tanda-tanda lain selain basahan dicelana pada saat keluar air mani atau madzi saat tidur ?

Malam tadi saya lupa bermimpi apa namun sekejap saya bangun karena merasakan seperti ada yang keluar, namun tidak ada tanda basahan. Setelah saya cek dengan teliti dengan penerangan yang terang, saya menemukan noda putih pada celana saya (kebetulan celana warna hitam). Apakah ada indikator lain ketika mani atau madzi keluar saat tidur selain basahan ? Jika kencing tentu sudah dapat dipastikan . Bau noda putih tersebut tidak saya ketahui baunya seperti bau apa, mungkin celananya tercampur keringat saya .

JAWABAN

Noda putih di celana dalam pria mengandung beberapa kemungkinan. Bisa mani, madzi atau kencing nanah yang biasa disebut dengan gonore. Kalau anda punya penyakit gonore (silahkan cek ke dokter) maka kemungkinan itu penyakit tersebut. Apabila itu yang terjadi, maka berarti celana anda najis. Kalau anda tidak menderita penyakit tersebut, maka bisa jadi itu adalah mani atau madzi. Tanda kalau mani: kalau sudah kering agak tebal di celana. Baca detail: Najis dan Cara Menyucikan



Menggosok Tubuh saat Mandi dan Wudhu

Menggosok Tubuh saat Mandi dan Wudhu
HUKUM MENGGOSOK TUBUH SAAT WUDHU DAN MANDI JANABAH

Apakah jika saat mandi wajib dan hendak meratakan air pada tubuh yang ditumbuhi bulu yang terlihat (betis dan sekitarnya dan juga tangan dan sekitarnya) harus digosok ? Begitu juga dengan tubuh yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang hampir tidak nampak jika mata tidak didekatkan, bulu ini biasanya ada dibagian punggung ?

Saya menjadi was-was jika tidak digosok air tidak akan merata

JAWABAN

Tidak wajib menggosok tubuh saat mandi wajib/janabah, namun hukumnya sunnah. Karena bulu tubuh tidak menghalangi sampainya air ke tubuh. Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 2/214, menyatakan:

مذهبنا أن دلك الأعضاء في الغسل وفي الوضوء سنة ليس بواجب ، فلو أفاض الماء عليه فوصل به ولم يمسه بيديه ، أو انغمس في ماء كثير ، أو وقف تحت ميزاب ، أو تحت المطر ناويا ، فوصل شعره وبشره أجزأه وضوءه وغسله , وبه قال العلماء كافة إلا مالكا والمزني ، فإنهما شرطاه في صحة الغسل والوضوء .

Artinya: Menurut madzhab Syafi'i menggosok anggota tubuh saat mandi janabah dan wudhu itu sunnah, tidak wajib. Apabila menyiramkan air pada tubuh dan airnya sampai tanpa menyentuh tubuh dengan tangan, atau masuk ke dalam air yang banyak atau berdiri di bawah mizab atau di bawah air hujan dengan niat lalu air sampai ke rambut dan kulit maka sah wudhu dan mandinya. Ini pendapat ulama dari semua ulama kecuali madzhab Maliki dan Al-Muzani. Kedua ulama mensyaratkan menggosok tubuh untuk sahnya mandi dan wudhu.

Selain itu, dugaan kuat sampainya air ke seluruh tubuh itu sudah cukup tanpa harus yakin 100% akan meratanya air.
Al-Malibari dalam Fathul Muin, hlm. 1/54, menyatakan:


ولا يجب تيقن عموم الماء جميع العضو بل يكفي غلبة الظن به. انتهى.

Artinya: Tidak wajib keyakinan meratanya air ada seluruh tubuh. Cukup asumsi kuat atas meratanya air.

Al-Bakri dalam Ianatut Thalibin, hlm. 1/54, menjelaskan maksud Al Malibari di atas:

وفي حاشية إعانة الطالبين: قوله: ولا يجب تيقن إلخ ـ أي في الوضوء وفي الغسل. وقوله: عموم الماء ـ أي استيعابه جميع العضو. قوله: بل يكفي غلبة الظن به ـ أي بعموم الماء جميع العضو. انتهى

Artinya: Kalimat "Tidak wajib keyakinan.." maksudnya dalam wudhu dan mandi wajib. Kalimat "meratanya air" maksudnya meratanya air pada seluruh tubuh. Kalimat "cukup dugaan kuat" yakni atas meratanya air pada seluruh tubuh.

MENGGOSOK TUBUH DENGAN TANGAN SAAT MANDI

Yang terakhir masalah bersuci.

1.bolehkah berniat mandi wajib atau wudhu hanya berdasarkan keasadaran bahwa kita berhadas besar dan kecil saja ? Misalnya saat mimpi basah terlintas niatan mau mandi wajib, apakah hal itu termasuk niat atau bukan ?


2.bolehkah berniat mandi atau wudhu 2 kali ? Saat sebelum mulai dan saat air mengenai anggota tubuh pertama ?

3.bolehkah berniat mandi atau wudhu hanya dengan "aku niat wudhu/mandi wajib karena Allah" ?

4.bolehkah berwudhu dengan cara mengalirkan air dari keran tanpa menampungnya ditelapak tangan ? Jadi saat air mengucur pada tangan kanan, tangan kiri menggosok tangan kanan ?

5.bolehkah saat mandi wajib meratakan airnya dengan cara digosok dengan tangan ?

6.apakah bulu halus yang hampir tidak kelihatan jika mata tidak mendekat sedekat-dekatnya itu menjadi penghalang air ke kulit saat mandi wajib ? Apakah harus digosok-gosok ? Bagaimana dengan bagian punggung yang ada bulu halusnya ?

7.saya sering mendapati seperti kotoran pada punggung kuku, entah kotoran apa itu, kotorannya hanya seperti ujung peniti atau lebih besar sedikit, jika disenter akan nampak. Apakah itu dimakfu dalam mandi wajib dan wudhu ? Atau saya yang berlebihan ?

JAWABAN

1. Bukan niat. Niat itu harus dilakukan menjelang akan atau bersamaan dengan menyiramkan air ke tubuh dalam kasus mandi wajib. atau menjelang akan atau bersamaan dengan membasuh muka dalam kasus wudhu.

2. Boleh saja tapi yang berlaku hanya satu. Yaitu menjelang air mengenai tubuh pertama.

3. Boleh.

4. Boleh.

5. Boleh. Pada dasarnya tidak perlu digosok. Cukup mengenanya air ke tubuh. Lihat keterangan di atas.

6. Tidak jadi penghalang.

7. Kotoran kuku hukumnya dimakfu dan wudhu maupun mandinya tetap sah. Baca detail: Mandi Wajib tidak Merata

October 20, 2018

Hukum Niat Sebelum Perbuatan Ibadah

Hukum Niat Sebelum Perbuatan Ibadah
HUKUM NIAT SEBELUM PERBUATAN (TIDAK BERSAMAAN)

Untuk masalah niat, bolehkah dilakukan sebelum sesaat melakukan rukun pertama ibadah atau taharah ? Apakah ada imam madzhab yang membolehkannya ?

Karena saya sering kali merasa kesulitan untuk merangkai kalimat niat jika berbarengan, makanya saya berniat dua kali, sebelum melakukan rukun dan bersamaan dengan rukun suatu ibadah atau taharah .

JAWABAN

Menurut madzhab Syafi'i: boleh niat ibadah sesaat sebelum perbuatan.
Menurut madzhab Hanafi: boleh niat ibadah jauh sebelum ibadah dilakukan.
Menurut madzhab Hanbali: boleh niat ibadah beberapa saat sebelum ibadah.

URAIAN

Menurut madzhab Syafi'i, niat idealnya bersamaan dengan awal perbuatan ibadah. Namun ada pendapat dalam madzhab Syafi'i yang menyatakan boleh dilakukan sesaat sebelum awal ibadah. Imam Nawawi dalam kitab Raudhah At-Thalibin, hlm. 1/47 menyatakan:

وإن تقدمت النية من أول الوضوء واستصحبها إلى غسل جزء من الوجه ، صح ، وحصل ثواب السنن ، وإن اقترنت بسنة من سننه المتقدمة ، وهي التسمية ، والسواك ، وغسل الكف ، والمضمضة ، والاستنشاق ، ثم عزبت قبل الوجه ، فثلاثة أوجه . أصحها : لا يصح وضوءه . والثاني : يصح . والثالث : يصح إن اقترنت بالمضمضة أو الاستنشاق دون ما قبلهما . ولنا وجه ضعيف أن ما قبلهما ليس من سنن الوضوء ، بل مندوبة في أوله ، لا منه . والصواب : أنها من سننه .
Artinya: Apabila niat mendahului awal perbuatan wudhu dan terus berlanjut sampai membasuh sebagian dari wajah, maka sah dan mendapat pahala kesunnahan. Apabila niat bersamaan dengan suatu sunnah dari sunnah-sunnahnya wudhu yang awal yaitu baca bismilah, siwak, membasuh telapak tangan, berkumur, dan istinsyaq (menghirup air ke hidung) lalu tidak berniat sebelum membasuh wajah maka hukumnya ada tiga pendapat: a) tidak sah (ini yang paling sahih); b) sah; c) sah apabila bersamaan dengan berkumur atau istinsyaq tidak sebelum keduanya.

WAKTU NIAT SHALAT MENURUT MAZHAB HANBALI, HANAFI, MALIKI

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, hlm. 1/280, menyatakan:

قال أصحابنا : يجوز تقديم النية على التكبير بالزمن اليسير ، وإن طال الفصل أو فسخ نيته بذلك ، لم يجزئه .
Artinya: Ulama mazhab Hanbali berkata: Boleh mendahulukan niat dari takbir asal dengan waktu yang sedikit. Apabila lama jaraknya atau rusak niatnya maka tidak sah

Imam Nawawi dalam Al-Majmuk hlm. 3/243 mengutip pendapat mazhab Hanbali dan Hanafi soal ini:

وقال أبو حنيفة وأحمد : يجوز أن تتقدم النية على التكبير بزمان يسير بحيث لا يعرض شاغل عن الصلاة ، وقال : يجب أن تتقدم النية على التكبير ويكبر عقبها بلا فصل ولا يجب في حال التكبير . وقال أبو يوسف وغيره من أصحاب أبي حنيفة إذا خرج من منزله قاصدا صلاة الظهر مع الإمام فانتهى إليه وهو في الصلاة فدخل معه فيها ولم يحضره أنها تلك الصلاة أجزأه
Artinya: Imam Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal berkata: Boleh mendahulukan niat dari takbir dengan jarak sedikit sekiranya tidak memalingkan dari shalat. Ahmad berkata: wajib mendahulukan niat dari takbir dan takbir setelahnya tanpa terpisah dan tidak wajib pada saat takbir. Abu Yusuf dan ulama mazhab Hanafi lainnya berkata: Apabila keluar dari rumahnya bermaksud untuk shalat Zhuhur bersama imam (berjamaah) lalu dia menunggu imam untuk shalat dan masuk shalat bersama imam dan tidak menghadirkan niat shalat lagi maka shalatnya sah.

NODA PUTIH DI CELANA DALAM

Assalamu'alaikum pak ustadz.

Saya mau bertanya.

Pada saat bangun tidur saya mendapati ada noda putih yang tidak terlalu nampak pada celana bagian dalam saja, sedangkan luarnya tidak nampak. Sebelumnya saya memang merasa sepeti ada yang keluar pada waktu malam hari, tetapu saya cek tidak ada basah dan tidak ada tanda basahan, lalu pada pagi hari saya cek kembali dengan penerangan yang maksimal, saya dapati ada noda putih yang sedikit dan motifnya tidak bulat namun nodanya seperti sedikit tersebar.

Pertanyaannya.

1.noda apakah itu pak ustadz ? Apakah najis ?

2.jika saya menghukumi itu mani apakah boleh ?

3.jika itu najis, apakah tempat tidur beserta bantal, guling selimut saya menjadi najis ? Jika menjadi najis apakah hanya sarung bantal, guling, dan sprei tempat tidur saja yang menjadi najis ?

4.jika menjadi najis, apakah menjadi najis hukmi atau aini ?

Karena saya tidak tau apakah noda itu najis atau bukan, maka sampai saat ini saya terus tidur di tempat tidur saya tanpa mengganti sarung bantal guling dan sprei.

5.apakah jika najis, najisnya akan berpindah kepada pakaian saya ?

Ada beberapa kasus lagi pak ustadz, masih seputar najis dan akan sedikit keluar dari topik.

JAWABAN

1. Kalau tidak banyak berarti bukan mani. Kalau bukan mani berarti najis.
2. Kalau mani umumnya bekasnya besar, sekitar satu koin atau lebih. Kalau memang sebesar koin atau lebih maka bisa dianggap mani. Kalau lebih kecil dan bekasnya tidak tebal, maka kemungkinan besar bukan mani.

3. Kalau anda memakai celana dalam, maka yang pasti najis celana dalamnya saja. Sedangkan yang lain tidak najis kecuali kalau ada bukti menularnya najis tersebut. Tanpa ada bukti bekas najis maka tidak najis.

4. Kemungkinan tidak najis. Kalau ada bukti, berarti najis ainiyah. Namun lebih cenderung tidak najis kalau tidak ada bekasnya di tempat lain.

5. Lihat jawaban poin 3 dan 4.

LUPA DAN RAGU APA SUDAH ISTINJAK ATAU BELUM?

Saya sering lupa apakah sudah istinja saat buang air kecil. Pada saat itu saya BAB dan otomatis saya juga BAK, toilet dirumah saya toilet duduk. Nah, pada saat sudah selesai, saya lupa apakah saya sudah membersihkan qubul atau belum.

Pertanyaannya.

1.jika dalam keadaan lupa apakah sudah beristinja atau belum seperti saya, apa yang harus saya lakukan ? Saya sudah terlanjur handukan dan mengelap qubul danmemakai pakaian.

2.bolehkah dalam keadaan ini merujuk kepada kebiasaan saya ? Kebiasaan saya sering mencuci kemaluan dahulu sebelum mencuci dubur. Namun karena saat itu saya sedang melakukan aktivitas lain yaitu membersihkan noda pada tangan, alhasil ketika sudah selesai saya lupa apakah sudah mencuci qubul atau belum.

3.apakah ada pendapat imam yang mengatakan bahwa percikan air istinja tidak najis ? Saya sering was-was dalam percikan air istinja BAB dan BAK, bahkan saya duduk di closet duduk pun was-was dan akhirnya saya harua mencuci semua bagian bawah saya mulai dari pinggang.

4.pak ustadz, apakah najis yang tidak terlihat itu termasuk najis hukmiyah ? Saya terpegang sesuatu noda pada celana saya, noda itu putih saya tidak tau noda apa. Saat tersentuh tangan saya tidak ada bekas apapun dan tidak ada bau apapun.

5.jika percikan air istinja itu najis lalu mengenai handuk yang basah, apakah akan menjadikan seluruh handuk najis ?

6.apakah betul najis hukmiyah tidak akan berpindah meskipun terkena basahan yang bukan air mutlak ?

7.saat kentut dan mengeluarkan bau busuk dan baunya melekat pada celana, apakah itu menjadikannya najis ? Apakah bau kentut dan bau feses itu berbeda pak ustadz ? Saya sering was-was saat kentut takut bau feses yang keluar dan akhirnya saya memilih untuk menahannya terus.

JAWABAN

1. Istilah lupa itu sama dengan ragu. Yakni anda dalam kondisi ragu apakah sudah istinja kencing atau belum. Dalam hal ini, yang berlaku adalah kebiasaan yang terjadi. Apabila biasanya kalau BAB, selalu istinjak qubul dan dubur, maka demikian juga kondisi saat anda merasa ragu. Selain itu, umumnya orang yang BAB otomatis istinjak depan dan belakang.

2. Ya, boleh. Justru itu yang berlaku. Jadi, perasaan anda yang merasa lupa itu tidak dianggap. Yang terjadi adalah anda dianggap sudah istinjak depan belakang.

3. Percikan istinjak itu najis. Namun kalau sedikit dan tidak kelihatan maka hukumnya dimakfu. Baca detail: Percikan Kencing Najis yang Dimakfu?

4. Benda yang tidak terlihat itu bukan najis hukmiyah. Najis hukmiyah itu adalah najis yang sudah hilang benda najisnya tapi belum dibasuh dengan air. Misalnya, ada kotoran ayam di lantai, ini disebut najis ainiyah. Lalu, kotoran itu dibuang pakai tisu sampai hilang bendanya, maka ini disebut najis hukmiyah karena masih belum dibasuh air. Setelah dibasuh air baru disebut suci. Tentang noda putih di celana anda, kalau tidak jelas berasal dari mana dan tidak berbau, maka dianggap suci karena kembali pada hukum asal celana anda yang suci.

5. Dimakfu. Baca detail: Percikan Kencing Najis yang Dimakfu?

6. Ya menurut madzhab Maliki najis hukmiyah tidak menularkan najis. Baca detail: Najis Hukmiyah Kering Terkena Benda Basah Menurut Madzhab Maliki

7. Bau kentut tidak najis walaupun sangat berbau. Benda yang keluar dari qubul dan dubur itu dianggap najis apabila berupa benda (padat atau cair). Baca detail: Najis dan Cara Menyucikan

October 17, 2018

Hukum Mandi Junub Tidak Merata

Hukum Mandi Junub yang Tidak Merata
Ringkasan: a) Orang yang mandi lalu setelah sehari dia baru ingat ada bagian yang tidak dibasuh, maka boleh membasuh yang tidak terbasuh saja tanpa harus mengulangi dari awal lagi. b) Bekas luka yang kering, bisul, koreng atau kotoran kuku tidak harus dibersihkan dulu sebelum mandi atau wudhu.

TOPIK KONSULTASI ISLAM
  1. MANDI WAJIB YANG TIDAK MERATA
  2. CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM


MANDI WAJIB YANG TIDAK MUWALAT (BERSEGERA)

Assalamu'alaikum pak ustadz, izin bertanya.

1.bagaimana hukumnya mandi wajib yang tidak muwalah (tidak bersegera, ada sebagian badan yang tidak terbasuh dan baru dibasuh beberapa hari kemudian) ?

2.bagaimana hukumnya setelah lewat 1 hari setelah mandi wajib lalu baru ingat ada bagian yang belum tersiram air lalu disiram air ? Apakah mandi wajibnya sah ? Apakah termasuk tidak mulawah atau bukan ?

3.jika ingin melanjutkan mandi wajib yang tidak muwalah, bagaimana niatnya ? Setelah lewat 1 hari setelah mandi wajib saya melihat ada bagian yang tertutup sesuatu yang menghalangi air merata ke kulit.

4.seberapa lama jeda waktu tidak muwalah ? Apakah lewat 1 hari setelah mandi wajib masih bisa menjadi sah mandi wajibnya setelah menyiram bagian yang lupa disiram ?

5.apakah lubang hidung, rongga mulut, lubang kemaluan laki-laki, lubang telinga, pusar dan lubang dubur wajib dimasukkan air ? Jika tidak bagaimana cara meratakan air yang benar pada bagian tersebut ?

6 bagaimana cara meratakan air pada kelopak mata ?

JAWABAN

1. Tidak apa-apa. Mandinya tetap sah.

2. Mandinya tetap sah. Termasuk mandi yang tidak muwalah, tapi hukumnya sah. Karena muwalah itu tidak wajib dalam mandi junub menurut mayoritas ulama madzhab empat.
Dalam kitab Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, hlm. 11/100 – 101, dijelaskan:

التّرتيب والموالاة في الغسل غير واجبين عند جمهور الفقهاء. وقال اللّيث: لا بدّ من الموالاة. واختلف فيه عن الإمام مالك، والمقدّم عند أصحابه: وجوب الموالاة. وفيه وجه لأصحاب الإمام الشّافعيّ. فعلى قول الجمهور: لو ترك غسل عضو أو لمعة من عضو، تدارك المتروكَ وحدَه بعدُ، طال الوقت أو قصر
Artinya: Tertib (berurutan) dan muwalah (berkelanjutan) ketika mandi, hukumnya tidak wajib menurut pendapat mayorits ulama. Sementara Imam al-Laits berpendapat, harus muwalah. Sementara riwayat dari Imam Malik, ada 2 riwayat pendapat yang berbeda. Pendapat yang lebih dipilih ulama malikiyah adalah wajib muwalah. Ini juga pendapat sebagian syafiiyah. Oleh karena itu, berdasarkan pendapat mayoritas ulama, jika ada orang yang belum mencuci salah satu anggota badan atau ada celah yang belum kena air maka dia cukup membasuh bagian yang tidak kena air setelah mandi, baik waktunya panjang atau sebentar."

3. Tidak perlu niat lagi. Niatnya sudah dilakukan di awal mandi.

4. Tidak ada ketentuan jedanya. Jadi, selang satu hari tidak apa-apa. Sebagaimana dijelaskan di poin 2.

5. Yang wajib terkena air adalah tubuh bagian luar. Sedangkan dubur dan kemaluan perempuan maka yang wajib dibasuh hanya bagian yang terlihat saat duduk.

6. Cukup terkena air bagian luar kelopak mata.
Baca detail: Cara Wudhu dan Mandi Wajib

October 05, 2018

Percikan Kencing Najis yang Dimakfu?

Percikan Kencing Najis yang Dimakfu?
UKURAN NAJIS YANG DIMAKFU TERMASUK PERCIKAN AIR KENCING?

Assalamu'alaikum

Pak ustadz, apa benar najis yang sedikit itu di makfu ?

Tadi saya saat mau sholat berjamaah saya terpercik entah apa yang memercik itu. Kondisi dalam wc mesjid waktu itu saya membuka keran bak air dengan full dan saat bersamaan saya buang air kecil. Tinggi bak air lebih tinggidari closet duduknya sekitar 1 kaki orang dewasa. Lalu tiba-tiba saya terpercik sesuatu entah terpercik apa karena saya tidak melihat dari mana sumbernya. Percikannya mengenai rambut depan saya. Karena belum istinja jadi saya tunda dulu membasuh rambutnya saat hendak wudhu. Namun saat sudah membasuh kuping, saya lupa bahwa ada percikan sesuatu dirambut saya yang tidka saya ketahui percikan apa itu. Lantas karena saya mengejar sholat berjamaah saya perkirakan itu adalah percikan keran bak air. Lalu setelah selesai sholat saya ingat-ingat lagi bahwa bak air tersebut sudah penuh dan mana mungkin bisa terpercik airnya karena penuh, lalu kemungkinan kedua ada lah percikan air kencing. Lalu saya perkirakan saat mengusap rambut najis percikan itu pasti sudah kemana-mana karena tidak ingat saya siram air hanya saya usap dengan tangan yang basah.

Pertanyaannya.

1.Apakah najis yang sedikit itu dimakfu ?

2.jika dimakfu najis yang sedikit itu, bagaimana ukuran sedikitnya ?

3.apakah percikan air kencing yang sedikit itu dimakfu jika kena pakaian ataupun kulit ? Jika kena kulit pasti terasa dan apakah harus disiram air? Jika tidak tau letak persisnya bagaimana ? Apakah harus mengira-ngira ? Bagaimana jika lupa disiram seperti kasus saya?

4.apakah najis yang sedikit itu jika dibiarkan berdosa ?

5.saya masih was-was terhadap percikan itu apakah itu air kencing atau bukan. Jika tidak kita hiraukan apakah boleh ataukah berdosa ?

6.saya pernah dalam perjalanan merasa seperti keluar air kencing sedikit seperti ada tekanan pada kemaluan, namun karena terkendala tempat saya tidka bisa mengecek, baru lah selang beberapa menit sekitar 20mnt saya menemukan mesjid dan saya cek celana saya didalam wc dan saya tidak menemukan tanda-tanda basah, celana saya kering dan saya cium tidak ada bau pesing. Bolehkah Jika menghukumi tidak keluar kecing dan hanya perasaan saja ? Bagaimana jika ternyata keluar dan sudah kering diperjalanan ?

Note : saya menggunakan sepeda motor

7.saya sering was-was jika kentut pak ustadz, setiao kentut saya selalu mencium celana saya takut kalau ada bau feses. Bagaimana cara menghilangkan was-was tersebut ?

JAWABAN

1. Ya, najis sedikit dimaafkan (dimakfu).

2. Menurut madzhab Syafi'i, najis sedikit yang dimakfu itu yang tidak terlihat mata. Jadi tidak ada batasan khusus. Imam Nawawi dalam Minhaj Al-Tolibin, hlm. 9, menyatakan:

وكذا في قول نجس لا يدركه طرف -أي معفو عنه- قلت: ذا القول أظهر. والله أعلم
Artinya: Begitu juga dalam pendapat najis yang tidak terlihat mata yakni dimaafkan. Menurutku ini pendapat yang lebih jelas.

Namun, madzhab Hanafi memberi batasan yang lebih jelas: yakni tidak lebih besar dari koin uang logam. Al-Babrati dalam Al-Inayah Syarah Al-Hidayah menyatakan:

وقدر الدرهم وما دونه من النجس المغلظ كالدم والبول والخمر وخرء الدجاج وبول الحمار جازت الصلاة معه، وإن زاد لم تجز.
Artinya: Ukuran najis (yang dimaafkan) adalah sebesar dirham (koin perak) atau kurang seperti darah, kencing, minuman keras, kotoran ayam, kencing keledai. Boleh shalat dengan najis tersebut. Apabila lebih tidak boleh (tidak sah shalatnya).

3. Ya, percikan air kencing yang sedikit dimaafkan. Sebagaimana penjelasan poin 2. Khatib Al-Syarbini (ulama madzhab Syafi'i) dalam Mughnil Muhtaj ila Makrifati Alfazhil Minhaj, hlm. 1/127, menyatakan:

وكذا في قول نجس لا يدركه طرف، أي لا يشاهد بالبصر لقلته لا لموافقة لون ما اتصل به، كنقطة بول وخمر وما تعلق بنحو رجل ذبابة عند الوقوع في النجاسات -وقوله- قلت: ذا القول أظهر، أي من مقابله، وهو التنجيس لعسر الاحتراز عنه، فأشبه دم البراغيث

Artinya: Begitu juga pendapat tentang najis yang tidak terlihat mata karena sedikitnya, bukan karena warnanya sama dengan benda yang terkena najis, seperti setitik kencing dan alkohol dan sesuatu yang menjadi tempat menempel kaki lalat ketika jatuh di perkara najis... Najis yang demikian ini menyerupai darah kutu (yakni dimaafkan).

4. Kalau dimakfu berarti tidak apa-apa dibiarkan. Tidak berdosa. Dimakfu itu artinya hampir selevel dengan suci. Dalam arti sah shalatnya seseorang yang pada tubuh atau pakaiannya terdapat najis yang dimakfu sebagaimana dijelaskan pada poin 2 (pandangan madzhab Hanafi).

5. Tidak apa-apa apabila percikan itu dibiarkan. Walaupun ada kemungkinan itu kencing (lihat jawaban poin 2).

6. Ya, boleh. Dalam syariat yang dihitung atau dianggap itu adalah fakta. Berbagai macam kemungkinan dan asumsi itu tidak dianggap. Dalam kaidah fikih dikatakan: Keyakinan tidak hilang karena asumsi (اليقين لا يزول بالشك). Baca detail: Kaidah Fikih

7. Cara sembuh dari was-was adalah dengan mengabaikannya. Dalam sebuah hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim diceritakan sebagai berikut:

أن النبي صلى الله عليه وسلم شكي إليه الرجل يخيل إليه أنه يحد الشيء في الصلاة أيقطع الصلاة؟ قال " لا حتى يسمع صوتا أو يجد ريحا

Artinya: Nabi dilapori tentang seorang laki-laki yang berpikir bahwa dia kentut saat shalat apakah itu membatalkan shalat? Jawab Nabi: Tidak (batal shalatnya) sampai dia mendengar suara (kentut) atau mencium baunya.

Maksud dari hadis di atas adalah bahwa selagi adanya kentut itu baru sebatas dugaan, maka kita boleh mengabaikannya. Ini penting agar supaya kita tidak terjerumus pada penyakit was-was yang bisa mengganggu ibadah dan kehidupan kita.

Hukum Kencing Berdiri dan Duduk

Hukum Kencing Berdiri dan Duduk
HUKUM KENCING BERDIRI DAN DUDUK / JONGKOK

saya kencing berdiri

1.bagaimana cara agar aman kencing di wc mall yang tidak memungkinkan kita untuk kencing jongkok ?

2.saya mulai mempraktekkan cara kencing yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Tetapi masih saja ada percikannya. Bagaimana cara agar aman dari percikannya ?

JAWABAN

1. Kencing berdiri tidak apa-apa karena Nabi pernah juga kencing secara berdiri walaupun beliau lebih sering kencing duduk (atau jongkok). Artinya, kencing duduk lebih utama daripada berdiri. Keduanya sama-sama boleh. Namun kalau ingin kencing jongkok, maka itu bisa dilakukan dengan cara kencing di toilet (wc) bukan di tempat yang khusus untuk kencing pria.

Dalam hadits sahih riwayat Bukhari diriwayatkan:

عن حذيفة قال أتى النبي صلى الله عليه وسلم سباطة قوم فبال قائما ثم دعا بماء فجئته بماء فتوضأ

Artinya: Dari Sahabat Hudzaifah ia berkata: Nabi mendatangi tempat pembuangan sampah lalu beliau kencing berdiri lalu beliau meminta air kemudian aku datang padanya membawa air. Nabi kemudian berwudhu.

Imam Al-Bukhari meletakkan hadis ini di bawah Bab: باب البول قائما وقاعدا (Kencing berdiri dan duduk). Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari, hlm. 1/328, menjelaskan aspek syariat terkait kencing berdiri dan duduk sbb:


قال ابن بطال : دلالة الحديث على القعود بطريق الأولى ; لأنه إذا جاز قائما فقاعدا أجوز . قلت : ويحتمل أن يكون أشار بذلك إلى حديث عبد الرحمن بن حسنة الذي أخرجه النسائي وابن ماجه وغيرهما فإن فيه : " بال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - جالسا فقلنا انظروا إليه يبول كما تبول المرأة " وحكى ابن ماجه عن بعض مشايخه أنه قال : كان من شأن العرب البول قائما ألا تراه يقول في حديث عبد الرحمن بن حسنة " قعد يبول كما تبول المرأة " وقال في حديث حذيفة " فقام كما يقوم أحدكم " ودل حديث عبد الرحمن المذكور على أنه - صلى الله عليه وسلم - كان يخالفهم في ذلك فيقعد لكونه أستر وأبعد من مماسة البول وهو حديث صحيح صححه الدارقطني وغيره ويدل عليه حديث عائشة قالت " ما بال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قائما منذ أنزل عليه القرآن " رواه أبو عوانة في صحيحه والحاكم

Artinya: Ibnu Battal berkata, "Hadis ini menjadi dalil bahwa kencing duduk itu boleh. Karena, apabila boleh kencing berdiri, maka kencing duduk itu lebih boleh." Menurutku (Ibnu Hajar): Pendapat Ibnu Battal ini merujuk pada hadis riwayat Abdurrahman bin Hasnah yang dikeluarkan oleh Nasa'i dan Ibnu Majah dan lainnya yang isinya: "Rasulullah pernah kencing duduk lalu kami berkata, 'Lihatlah pada Nabi ia kencing seperti cara kencingnya perempuan'". Ibnu Majah meriwayatan dari sebagian guru-gurunya berkata: "Termasuk perilaku orang Arab adalah kencing berdiri. Tidakkah kalian pernah melihat dalam hadis Abdurrahman bin Hasnah: bahwa Nabi pernah kencing sambil duduk sebagaimana perempuan kencing." Dalam hadis Hudzaifah, Ibnu Majah berkata "Nabi kencing berdiri sebagaimana cara kencing kalian." Hadis Abdurrahman tersebut menunjukkan bahwa Nabi Muhammad pernah kencing duduk untuk membuat perbedaan dengan kebiasaan orang Arab. Nabi kencing duduk karena itu lebih menutupi dan lebih menjauhi dari tersentuhnya kencing. Ini hadis sahih yang disahihkan oleh Daruqutni dan lainnya. Terkait hal ini ada hadis dari Aisyah ia berkata: Rasulullah tidak pernah kencing berdiri sejak diturunkannya Al-Quran" Hadis riwayat Abu Awanah dalam Sahih-nya dan Al Hakim.

Kesimpulan: a) Kencing berdiri dibolehkan sebagaimana bolehnya kencing duduk; b) Kencing duduk lebih baik agar tidak memercik kemana-mana.

2. Supaya aman dari percikan, maka a) kencing duduk/jongkok; b) sebelum kencing dicopot celananya. Apabila terasa ada air kencing yang mengena paha maka tinggal disiram. Baca detail: Najis dan Cara Menyucikan

CATATAN: Percikan kencing yang sangat sedikit hukumnya makfu. Seandainya tidak disiram tidak apa-apa. Namun kalau anda dalam keadaan tidak berpakaian dan percikan itu terasa mengenai tubuh yang tidak berpakaian, maka lebih baik dibasuh.

NAJIS YANG DIMAKFU

Pak ustadz mau tanya lagi.

Saat saya selesai kencing saya menyirami seluruh bagian bawah tubuh saya dan sedikit perut bagian pusar. kemudian seingat saya, saya hanya mengelap sekitar kemaluan dengan handuk lalu saya pasang lagi celana saya, selang beberapa saat ketika saya duduk saya dapati ada basahan pada celana saya namun basahannya ada pada celana bagian depan kanan dekat garis tengah celana pada bagian pinggang kebawah sedikit dan tidak tepat pada kemaluan, saya cek dan saya cium celana saya tidak ada bau pesing karena takut jika itu adalah kencing, lalu saya menduga jika itu adalah air basuhan kencing tadi yang ada pada jempol kaki, karena saat memasang celana kaki tidak saya lap dan tentu saja kaki masuk lewat atas. Jika itu madzi sangat tidak mungkin karena saat itu saya tidak sedang bersyahwat, dan jika itu kencing maka dengan basahan yang cukup banyak sekitar 1 buah jempol tangan maka akan sangat terasa dan begitu yakin saya bahwa saya keluar air kencing namun hal itu tidak saya rasakan.

Pertanyaannya.

1.apakah boleh saya mengabaikan basahan tersebut dan menganggap bukan najis karena saya tidka tau pasti itu basahan apa ? Karena banyak yang basah pada saat selesai kencing karena saya sirami seluruh bagian bawah dna sedikit perut saya namun tudak saya keringkan.
2.saya tau betul bagimana rasanya keluar air kencing, tentu akan sangat terasa pada ujung kemaluan. Dan saat saya cium calana saya tidak ada bau pesing. Seandainya itu adalah najis apakah saya berdosa jika menggapnya tidka najis karena saya tidak tau pastinya basahan itu basahan apa ?
3. Berarti percikan air kencing yang sedikit yang mengenai celana ataupun kulit termasuk najis yang dimakfu dan jika dibiarkan tidak mengapa ? Jika terkena kulit apakah harus dibasuh karena merasakan adanya percikan ?

JAWABAN

1. Ya, kalau tidak jelas penyebab basahnya, maka bisa diabaikan. Hukumnya kembali pada status asal dari tubuh manusia yaitu suci.

2. Kalau anda tidak merasa keluar air kencing, apalagi tidak ada bau pesing, maka diduga kuat itu bukan kencing. Dengan demikian, tubuh anda tetap suci karena tidak ada bukti faktual terhadap kenajisannya.

3. Ya dimakfu. Kalau dibiarkan tidak apa-apa. Kalau sudah dimakfu berarti tidak apa-apa walaupun tidak dibasuh
walaupun mengenai kulit. Namun kalau terasa mengenai kulit, akan lebih baik kalau dibasuh.
Baca detail: Percikan Kencing Najis yang Dimakfu?