February 07, 2019

Hukum Tajdid Nikah Mbangun Nikah

Hukum Tajdid Nikah Mbangun Nikah
HUKUM MBANGUN NIKAH ATAU TAJDID NIKAH / PEMBAHARUAN AKAD NIKAH

Assalamualaikum. Wr. Wb
Saya 34 taun dan suami saya 30 taun. Dari awal pernikahan sudah terganjal restu dr orangtua suami karena maslah kejawen. Menurut mereka letak rumah saya dan suami bisa membawa petaka dan mengancam keselamatan serta membuat mereka tidak panjang umur.

Pernikahan saya mau 5 tahun dikaruniai 1 anak usia 4 taun, dan tiba2 pihak orangtua dr suami saya meminta suami untuk mengajak 'mbangun nikah",padahal pernikahan kami baik2 saja. Alasan dr orangtua suami adalah agar sejahtera dan untuk keselamatan ke depannya.

Karena saya tidak mau menuruti kemauan mertua, akhirnya mertuapun merujuk pd kalimat yg mengarahkn kami untuk bercerai. Sudah melakukan pertemuan dan pembicaraan spya dapat solusi tetapi mertua tetap kekeh, mereka merasa terancam keselamatannya karena saya tidak mau 'mbangun nikah'. Suamipun tidak bisa memberikan ketegasan karena... Takut durhaka jika menolak 'mbangun nikah' dan diapun tidak mau menceraikan saya karena tidak ada alasan untuk menceraikan.

Sementara suami sya memiliki pola pikir bahwa tidak berdosa melakukan bangun nikah jika terpaksa dan tidak meyakini dan masih mencoba mengajak saya untuk mau melakukan itu. Saya sdh berkonsultasi pd ustad dn tetap disuruh menolak menjalani hal tsb krna dekat dg syirik.

Saat ini saya memilih tinggal bersama dg orang tua saya atas ijin suami, dg niat menennangkan diri. Setlh sebulan suami minta saya kembali pulang..tetapi ketika saya tanya bagaimana soal ketegasan masalah 'mbangun nikah' ternyata suami saya belum punya keputusan.. Jadi dia belum bisa menolak namun dia juga tidak mau menceraikan saya. Akhirnya saya belum mau pulang kerumah.

Pertanyaan saya, apakah bisa saya menolak dinafkahi lahir batin supaya suami berkeputusan? Dan supaya jatuh talak secara agama dg berjalannya waktu berapa lama kah itu?

Bagaimana seharusnya saya bersikap jika suami masih tidak juga tegas..berapa lama saya harus menunggu sehingga talak jatuh? Terima kasih sebelumnya.

Wassalamualaikum. Wrwb

JAWABAN

Sikap anda yang menolak secara tegas untuk melakukan 'mbangun nikah' itu menurut kami kurang tepat dan kurang bijaksana. Dan tampaknya anda berkonsultasi pada ustadz yang kurang pas dalam memberi saran. Tampaknya ustadz yang anda tanyai adalah berasal dari kalangan Wahabi Salafi yang selalu mengaitkan segala hal dengan kesyirikan. Sekedar diketahui, bahwa gerakan Wahabi Salafi bukan bagian dari Ahlussunnah Wal Jamaah menurut Muktamar Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah Dunia di Chechnya. Baca detail: Kriteria Ahlussunnah Wal Jamaah

Kalau dia bukan dari kalangan Wahabi Salafi, maka berarti dia kurang wawasan ilmu syariahnya.

Karena, mbangun nikah atau dalam bahasa Arab disebut dengan tajdid nikah adalah hal yang sudah dibahas oleh para ahli fikih klasik dan itu tidak menjadi masalah.

Berikut pandangan ulama klasik tentang mbangun nikah:

Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat, 874 H/1567 M) dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh Al-Minhaj, hlm. 7/391, menyatakan:


أَنَّ مُجَرَّدَ مُوَافَقَةِ الزَّوْجِ عَلَى صُورَةِ عَقْدٍ ثَانٍ مَثَلاً لاَ يَكُونُ اعْتِرَافًا بِانْقِضَاءِ الْعِصْمَةِ اْلأُولَى بَلْ وَلاَ كِنَايَةَ فِيهِ وَهُوَ ظَاهِرٌ إِلَى أَنْ قَالَ وَمَا هُنَا فِي مُجَرَّدِ طَلَبٍ مِنْ الزَّوْجِ لِتَجَمُّلٍ أَوْ احْتِيَاطٍ فَتَأَمَّلْهُ.

Artinya: "Sesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua (memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung jawab atas nikah yang pertama, dan juga bukan merupakan kinayah dari pengakuan tadi. Dan itu jelas ….s/d … sedangkan apa yang dilakukan suami di sini (dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-hati".

Sulaiman Al-Jamal (wafat, 1204 H/ 1789 M) dalam kitab Hasyiyah al-Jamal ala Syarh al-Manhaj, hlm. 4/245, menyatakan:

يستفاد من هذا الحديث ان إعادة لفظ العقد في النكاح وغيره ليس فسخا للعقد الأول خلافا لمن زعم ذلك من الشافعية قلت الصحيح عندهم انه لايكون فسخا كما قاله الجمهور إهـ

Artinya: Diambil pemahaman dari hadis ini bahwa mengulangi akad nikah dan lainnya tidak merusak akad nikah yang pertama. Ini berbeda dengan pandangan sebagian ulama madzhab Syafi'i. Menurut saya, pendapat yang sahih dalam madzhab Syafi'i adalah bahwa akad nikah yang kedua itu tidak merusak nikah sebagaimana pendapat jumhur (mayoritas) ulama.

Baca detail: Akad Nikah Dua Kali

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa 'mbangun nikah' itu dibolehkan dalam syariah Islam.

Oleh karena itu, kami sarankan agar anda tidak menolak usulan mertua tersebut. Itu kalau anda masih menginginkan keberlangsungan rumah tangga anda. Anda dan suami hendaknya fokus pada dibolehkan 'mbangun nikah' oleh para ulama untuk tujuan 'berhati-hati dan memperindah nikah' bukan untuk niat yang lain.

Bahwasanya mertua anda punya tujuan lain itu bukan urusan anda berdua. Dalam rumah tangga, sebisa mungkin kita bisa kompromi dalam urusan yang tidak dilarang dalam agama. Itulah esensi penting menuju keharmonisan dalam rumah tangga. Baca detail: Cara Harmonis dalam Rumah Tangga

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.