November 01, 2019

Zina Di Bulan Ramadhan

ZINA DI BULAN RAMADHAN

Assalamu'alaikum wr.wb.
Selamat siang ustadz. Saya seorang perempuan berusia 24 tahun, sekarang sudah menikah dan baru dikaruniai seorang anak. Saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan mengenai masa lalu saya. Yang sebenarnya sebagian besar pertanyaan sudah pernah ditanyakan dalam konsultasi ini, yaitu mengenai zina di bulan ramadhan. Sebagian besar pertanyaan dan jawabannya sudah mewakili saya. Namun ada beberapa hal tambahan yg msh ingin saya tanyakan.

Saya menyadari kekhilafan saya di masa lalu benar-benar membuat saya frustasi dan menimbulkan penyesalan yg mendalam. Saya sudah bertaubat dan berjanji tidak akan mengungkit apalagi mengulangi hal serupa lagi, maka dari itu saya memutuskan untuk menikah dgn suami saya yg sekarang. Niat saya menikah dgn dia adalah sebagai bentuk taubat nasuha saya karena suami saya adalah laki-laki yang baik, sholeh dan taat agama. Namun ada yg msh mengganjal di hati saya.

1. Dulu, saat masih berpacaran dgn pasangan haram saya, saya pernah beberapa kali berbuat zina, termasuk satu kali di siang hari di bulan ramadhan. Saya benar-benar khilaf dan jahil pada waktu itu. Apa saya harus kaffarat dgn puasa 2 bulan berturut-turut? Sedangkan saya belum pernah bercerita ttg masalah ini kepada suami saya karena beliau tdk pernah bertanya (sesuai yg sudah dijawab ustadz, jika tidak ditanya jangan buka aib). Jika saya tiba-tiba melakukan puasa 2 bulan berturut-turut bagaimana saya menjelaskan pada suami saya? Dia pasti akan bertanya sedangkan saya tidak pernah ingin beliau tahu, dan beliau pun tidak pernah ada bertanya. Saya pun tinggal bersama orang tua saya. Jadi gerak-gerik saya pasti akan terlihat jelas dan ditanya.

2. Saya juga baru dikaruniai seorang anak berumur 20 hari. Dia tentunya butuh ASI untuk 2 tahun ke depan. Jika saya melakukan puasa 2 bulan berturut-turut, bagaimana saya menyiasati untuk memberikan ASI pada anak saya?

3. Saya sangat tahu Allah itu Maha Pengampun. Namun, apa yg harus saya lakukan supaya Allah benar mengampuni saya? Saya sudah bertaubat setaubat-taubatnya. Saya sudah sangat menyesali perbuatan saya dunia akhirat. Dan akan senantiasa selalu bertaubat hingga akhir hayat nanti karena saya rasa dosa saya berlipat-lipat. Tapi bagaimana dgn kaffaratnya? Saya benar-benar tidak tahu cara menjalankannya dgn aman supaya suami dan orang tua saya tidak mengetahuinya. Apakah boleh jika kaffaratnya diganti memberi makan 60 fakir miskin?

Sekian. Terima kasih sebelumnya sudah mau membaca pertanyaan saya, ustadz. Jazakallah..

Wassalamu'alaikum. Wr.wb.

JAWABAN

1. Saat anda berzina di bulan Ramadan itu apakah anda sedang berpuasa atau tidak? Kalau saat itu tidak berpuasa, maka tidak ada kewajiban bayar kafarat. Hanya wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan. Asumsi kami, anda sudah batal puasanya sebelum melakukan berzina (saat bercumbu, dll).
Namun kalau memang ternyata tidak batal puasanya sebelum berzina, maka memang harus membayar kafarat. Apabila puasa 2 bulan itu tidak kuat melaksanakannya, maka alternatif lain adalah memberi makan pada 60 orang miskin. Imam Syafi'i dalam Al-Umm, hlm. 7/238 mengutip hadis Nabi sbb:

أن رجلا أفطر في رمضان فأمره رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يكفر بعتق رقبة أو صيام شهرين أو إطعام ستين مسكينا

Artinya: Seorang lelaki tidak puasa di bulan Ramadan (hubungan intim dengan istrinya). Lalu Nabi menyuruhnya untuk membayar kafarat berupa a) memerdekakan budah; atau b) puasa dua bulan; atau c) memberi makan 60 orang miskin.

2. Anda bisa membayar kafarat pilihan yang ketiga (lihat poin 1c di atas).

3. Boleh diganti dengan memberi makan 60 fakir miskin walaupun seandainya mampu. Yusuf Qardhawi dalam Fiqhus Shiyam, hlm. 91-92, menyatakan:

والكفارة الواجبة في الجماع على الترتيب عند جمهور الفقهاء، أي يجب العتق، فإن عجز فالصيام فإن عجز فالإطعام.
ودليلهم: أن أكثر الروايات عن أبي هريرة تفيد أن الرسول صلى الله عليه وسلم طلب منه أن يعتق رقبة فلما أظهر عجزه، طلب منه أن يصوم شهرين، فلما ذكر عذره، قال له: “أطعم ستين مسكينًا”، فدل ذلك أنها على الترتيب (ذكر الإمام ابن دقيق العيد في (الأحكام): أن القاضي عياضًا نازع في ظهور دلالة الترتيب في السؤال على ذلك. وقال: إن مثل هذا السؤال قد يستعمل فيما هو على التخيير، هذا أو معناه وجعله يدل على الأولوية مع التخيير. ومما يقوي هذا الذي ذكره القاضي: ما جاء في حديث كعب بن عُجرة من قول النبي صلى الله عليه وسلم: “أتجد شاة؟” فقال: لا. قال: “فصم ثلاثة أيام، أو أطعم ستة مساكين” ولا ترتيب بين الشاة والصوم والإطعام، والتخيير في الفدية ثابت بنص القرآن. انظر: الأحكام -15/2، بتحقيق أحمد شاكر). وذهب مالك :. وهو رواية عن أحمد – أنها على التخيير بين العتق والصيام والإطعام، فبأيها كفّر أجزأه.

Arti ringkasa: Mayoritas ulama menyatakan bahwa ketiga kafarat jimak puasa Ramadan itu bersifat tertib. Namun, menurut madzhab Maliki, kafarat itu bersifat boleh memilih (takhyir).
Baca detail: Puasa Ramadan

TAMBAHAN:

Terkait taubat, apabila anda tidak lagi mengulangi dosa tersebut dan terus konsisten dalam beramal saleh, maka Allah telah menjamin akan memaafkan dosa-dosa anda di masa lalu. Seberapapun besarnya. Baca detail: Cara Taubat Nasuha

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.