September 24, 2019

Paranoia Dan Was-Was Talak

PARANOIA DAN WAS-WAS TALAK

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yang terhormat,
Dewan Pengasuh dan Majelis Fatwa
Pondok Pesantren Al-Khoirot, Malang

Dengan Hormat,

I. Anak bungsu kami memegang mainan bis, dan mengulang-ulang kata 'the bus', dia terus mengulang kata tersebut berharap saya menjawab. Saya sempat salah dengar sehingga yang terdengar seakan kata sharih. Dia terus mengulang kata tersebut sampai saya sadar bahwa yang dia ucapkan adalah kata 'the bus', tapi saya masih ketakutan. Saya mencoba menghindari kemiripan bunyi, hingga saya berkata kata 'bus'. Tapi saya terserang kepanikan tentang kata apa yang saya ucapkan. Saya yakin yang saya ucapkan adalah kata 'bus', tapi saya ketakutan sekali. Bagaimana hukumnya?

II. Kantor TV kabel langganan saya menghubungi saya menawarkan program diskon, tapi saat ini budget saya tidak sedang untuk hal tersebut. Saya menceritakan hal tersebut pada istri saya, dan ada ucapan saya, 'bukannya ga mau..." saya tahu yang saya sedang bicarakan adalah tawaran diskon dan upgrade layanan, tapi kepanikan terjadi. Bagaimana hukumnya?

III. Anak sulung kami berpikir bahwa kami sekeluarga berangkat ke rumah mertua saya jam 10 pagi. Saya berkata, "It's already half to one when we depart". Sekali lagi ada serangan kepanikan. Bagaimana hukumnya?

IV. Kemarin saya dan istri saya bercakap-cakap tentang Pancasila. Kami membicarakan bahwa sebenarnya Pancasila diambil dari syariat Islam, yang kemudian diberi nama lain supaya orang nonmuslim mau menerimanya. Kami mengobrol bahwa nilai-nilai dalam Pancasila sebenarnya adalah nilai Islam yang diterjemahkan ke dalam konsep yang bisa dimengerti oleh orang nonmuslim, dan Pancasila ditulis oleh para ulama semacam KH. Wahid Hasyim dan Ki Bagus Hadikusumo.
Saya tercetus, "benernya pancasila itu syariat Islam." Saya terkejut sendiri, karena walau Pancasila memang mengambil nilai dari syariat Islam, bagaimanapun juga pancasila merupakan tulisan manusia, dan hal tersebut saya segera sampaikan pada istri saya.
Apakah ucapan saya tersebut merupakan na'udzubillahi mindzalik kekufuran? Bagaimana hukumnya ucapan saya tersebut, dan bagaimana hukum tanggapan istri saya yang mengangguk/mengiyakan saat saya mengucapkan hal tersebut?

V. Saya sempat mengajari anak sulung kami tentang logika bentuk geometrik saat dia belajar matematika. Saya berucap bahwa 'kalo dilihat, bentuk binatang sebenarnya cuma terdiri dari bentuk-bentuk geometrik seperti segitiga, oval, segi empat, dan sejenisnya." Saya terkejut sendiri dengan ucapan tersebut. Tentunya ciptaan Allah tidak bisa disederhanakan begitu saja, karena Allah adalah Al Mushawwier. Hal itu saya sampaikan segera pada anak sulung kami, sambil mengingatkan dia untuk bersyukur dan taat pada Allah.
Apakah ucapan saya yang seakan menyepelekan bentuk makhluk hidup tersebut dihukumi kekufuran na'udzubillahi mindzalik? Saya segera bersyahadat begitu saya berucap demikian.

VI. a) Kemarin istri saya menonton sebuah film yang ada karakternya mengucapkan lafadz sharih. Adegan ini terlihat oleh saya. Saya segera melintaskan bahwa tidak ada dampak apapun dari melihat/mendengar film/lagu yang ada lafadz sharih di dalamnya, karena dihukumi sebagai bercerita. Bagaimana hukumnya saat terlintas 'bila (begini-begini) pastinya (begitu/begitu)'? Saya terserang panik akibat lintasan tersebut. Maksud saya melintaskan lintasan tersebut untuk melawan was-was dan mengatakan bahwa apa yang menjadi ketakutan tersebut tidak beralasan, dan tidak sesuai dengan hukum Islam. Bagaimana hukumnya?

b) Frase 'tidak beralasan' di atas sempat secara rancu tertulis 'beralasan' (walau ketikannya salah). Saya tidak tahu di sebelah mana yang salah, jari saya atau isi kepala saya. Apakah ada dampaknya?

c) Saat menuliskan poin VI b di atas saya lupa tidak melintaskan bahwa saya sedang bertanya, apakah ada dampaknya?


VII. a) Apakah melakukan tindakan nonverbal tanpa suara/kata-kata (saya sempat salah tulis lagi entah kenapa, sehingga tadi tertulis verbal), saat ada lintasan yang menakut-nakuti khawatir ada bahaya dari tindakan tersebut, bisa berdampak hukumkah pada pernikahan?

b) apakah salah tulis seperti yang terjadi di poin VII a (nonverbal tertulis verbal) dan/atau lintasan ketakutan saat saya menulis 'bisakah' yang kemudian karena takut saya tulis jadi 'bisa berdampak hukumkah?', berbahayakah pada pernikahan?

VIII. Saya memiliki sebuah celana training yang numpang merk adidas. Karena saya tidak mau ada merk bajakan di celana tersebut, saya sengaja merusak tulisan tersebut. Pada suatu titik, di dalam proses membuang tulisan tersebut, sempat yang tertera adalah kata 'idas' dan kata 'il as'. Dua-duanya (yang terjadi tanpa rencana), mengingatkan saya pada subyek yang sangat saya tidak mau terjadi. Bagaimana hukumnya?

IX. a) Anak saya menonton ultraman di YouTube, ada iklan film kartun kuno ultraman. Dia bertanya apakah itu film baru, saya menjawab, 'no, it's from a long time ago.'. Saya tahu yang dibicarakan adalah film kartun ultraman, tapi saya terserang panik. Bagaimana hukumnya?

b) Setiap menuliskan pertanyaan, saya selalu panik dan ketakutan saat menuliskan frase, 'tapi saya...' atau 'namun saya...', atau 'walaupun saya...'. Bagaimana hukumnya dan apa yang harus saya kerjakan?

IX. Kadang saat di tengah kalimat, saya ketakutan setelah suatu kata yang sebenarnya seandainya langsung dilanjutkan, konteksnya justru akan jelas, sehingga ada jeda panjang antara kata tersebut dan keterangan konteksnya. Misalnya saat berkata pada anak saya, "I don't want you to get bumped." ada jeda panjang antara kata 'you' dan kata 'to get...' yang justru membuat kata-kata saya terdengar berbahaya sebelum keterangan konteksnya diucapkan. Begitu juga saat berkata dengan kalimat tanya, "Shoo what video?", ada jeda panjang antara kata 'shoo' dan kata 'what..'. Apakah ada dampak apapun kah pada pernikahan?

X. Saat menuliskan kutipan-kutipan kalimat, karena saya takut menuliskannya, kadang pikiran terfokus pada redaksi dan diksi di dalam kalimat tersebut, dan pikiran blank. Apakah dalam kondisi demikian, tindakan mengutip tersebut dengan kalimat-kalimat tersebut, tetap dihukumi berada dalam konteks aman/konteks bertanya?

XI. Kadang saat mengingat suatu hukum, dengan lintasan, 'mengerjakan (ini) dosa', atau 'mengharamkan (itu) bisa murtad.', saya seperti dituduh bahwa saya mengerjakan dosa tersebut, padahal saya cuma sedang mengingat dan mengingatkan diri sendiri atas kaidahnya. Bagaimana hukumnya? Apakah ada dampaknya?

XII. Beberapa bulan yang lalu, istri saya menceritakan sebuah kejadian yang dia merasa berdosa. Saya mengingatkan dia bahwa kita tidak boleh menceritakan dosa sendiri, karena khawatir termasuk mujaharah. Dia tidak pernah menceritakan dosanya pada orang lain selain saya, tapi saya suaminya, bukan ulama, sehingga saya takut termasuk yang tidak dibenarkan. Istri saya berkata bahwa dia menceritakan dosa tersebut sebagai pengingat dirinya sendiri untuk tidak mengulang perbuatan semacam itu, dan sebagai sharing pengajaran/pengetahuan, dan sebagai pengingat agar dia tidak merasa sudah 'baik'. Bagaimana hukum ucapan istri saya dan ucapan saya?

XIII. Apakah tindakan memberikan uang pada istri (tanpa mengucapkan apapun) bisa masuk konteks berbahaya?

XIV. Saat di counter kasir Pegadaian Syariah, tepat sesudah kasir membacakan taksiran nilai barang gadaian, dan menunjukkan surat gadainya, saya khawatir akadnya tidak sah bila saya tidak mengucapkan apapun, sehingga saya berkata, 'Saya gadaikan ya', tapi tidak menyebut obyeknya. Apakah bisa termasuk lafadz kinayah? Apakah ada pengaruhnya kah pada pernikahan?

XV. Apakah salah kata, atau salah ingat, saat mengingat kondisi batin di jaman lampau bisa mempengaruhi bagaimana sebuah lafadz kinayah yang terucapkan tanpa niat, yang diucapkan pada jaman dulu? Secara faktual, lafadz kinayah tersebut terucapkan tanpa niat aneh-aneh. Bagaimana hukumnya?

XVI. Apakah salah istilah/salah penamaan (terlintas, tidak diucapkan) pada suatu peristiwa yang sebenarnya tidak berdampak hukum, bisa mengubah bagaimana peristiwa di masa lampau tersebut dihukumi? Yang saya tanyakan adalah baik pada hukum pernikahan, maupun pada keimanan.

XVII. Bila saya menjawab pertanyaan/obrolan istri saat dia menanyakan/membicarakan sebuah film/lagu yang ada lafadz sharih/kinayah di dalamnya (dakam dialog karakter/ atau berupa lirik lagu), apakah ada bahayanya?

XVIII. Saya selalu (setidaknya sering) ketakutan saat menggunakan kata 'Saya', "I', atau sebangsa nya (kata ganti tunggal). Bagaimana hukumnya pada pernikahan?

XIX. Maaf pertanyaannya agak aneh, apakah bila seseorang pernah berbohong pernah memiliki banyak pacar, (sehingga menyebut punya banyak mantan), padahal sebenarnya tidak sebanyak yang diceritakan, apakah ada pengaruhnya pada pernikahan? Saya tahu bagian berbohongnya termasuk dosa, tapi apakah kebohongan tersebut berdampakkah pada pernikahan?

XX. Apakah mengobrolkan/menceritakan kejadian yang terjadi sebelum berada dalam pernikahan berbahayakah?


Hormat saya,

JAWABAN

I. Tidak berdampak.
II. Tidak berdampak.
III. Tidak berdampak.

IV. Tidak masalah. Karena syariat Islam itu luas cakupannya. Ketika anda mengucapkan 'pancasila adalah syariat Islam' maka itu bisa bermakna 'kandungan pancasila adalah sebagian syariat Islam'. Dalam sastra Arab itu disebut dengan dzikrul kulli wa iradatul juz'i (menyebut global yg dimaksud sebagian). Walaupun anda mungkin tidak bermaksud demikian.

V. Tidak berakibat kufur. Sama dg poin IV. Itu bisa bermakna sebagian.

VIA. Tidak ada dampak.
VIB. Tidak berdampak.
VIC. Tidak ada

VIIA. Tidak berdampak.
VIIB. Tidak berdampak.

VIII. Tidak berdampak.

IXA. Tidak berdampak.
IXB. Tidak berdampak. Abaikan ketakutan tersebut.


X. Ya, aman.

XI. Tidak ada dampak.

XII. Tidak masalah bercerita pada suami yang penting suami tidak keberatan.

XIII. Tidak berbahaya.

XIV. Tidak berdampak.

XV. Tidak berdampak.

XVI. Tidak berdampak.

XVII. Tidak ada bahayanya. Aman.

XVIII. Tidak berdampak.

XIX. Tidah berdampak.

XX. Tidak bahaya.
Baca detail: Was-was Talak

SARAN DAN CATATAN:

Kami menilai yang anda tanyakan umumnya tidak ada hal yang baru. Kebanyakan diulang-ulang. Oleh karena itu, dalam rangka melatih diri menuju kesembuhan penyakit OCD anda, alangkah baiknya kalau anda menghentikan sejenak pertanyaan-pertanyaan yang kami anggap sudah kami jawab berulang kali ini.

Kalau was-was itu kembali muncul atas pertanyaan yang sama, maka sebaiknya merujuk kembali pada jawaban-jawaban yang sudah kami berikan sebelumnya. Atau, meminta pertolongan istri untuk menjawab pertanyaan / ketakutan tersebut berdasarkan jawaban yang sudah kami berikan. Salam.

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.