August 28, 2019

Lintasan Hati Talak Istri, Apa ada Dempak Hukum?

WAS-WAS TALAK

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yang terhormat,
Dewan Pengasuh dan Majelis Fatwa
Pondok Pesantren Al-Khoirot, Malang

1A. Apakah saya benar bahwa semua jenis lintasan hati rancu (tidak pernah diucapkan), baik sengaja maupun tidak, tentang keadaan batin seseorang saat sebuah kata lafadz kinayah yang digunakan sebelumnya (sebenarnya digunakan dalam konteks sepenuhnya tidak berdampak, menurut kaidah yang diajarkan KSIA), sepenuhnya tidak bisa berdampak pada pernikahan seseorang? Pikiran/lintasan tersebut terjadi sezudah kata tersebut digunakan.

1B. Apakah benar, lintasan hati/pikiran apapun yang tidak diucapkan secara mutlak tidak bisa berdampak pada pernikahan seseorang?

2. Saat masih aktif menulis, kadang saya menuliskan karakter-karakter yang merupakan fiksionalisasi/romantisasi diri saya sendiri dan istri. Tiap-tiap karakter tersebut tentunya saya namai berbeda dengan nama asli kami, dan juga saya tulis memiliki ciri fisik/latar belakang berbeda dengan diri kami yang sebenarnya. Namun cukup sering karakter-karakter tersebut saya ceritakan sebagai lajang.
Apakah ini berdampak pada pernikahan kami?

3. Pada konsultasi [Penting] Lanjutan Pertanyaan Melawan penyakit was-was, saya menananyakan sebuah kalimat, yang bunyinya
"Daripada kamu, yang pergi, mending aku yang pergi."

Dan saya mendapat jawaban, bahwa bukan termasuk pernyataan.

Kemarin saya terpikir, bahwa ada kemungkinan kalimatnya sebenarnya terucap sbb.

"Please, jangan pergi. Biar/mending aku yang pergi."

Saya tahu, saya tidak ada niat apapun. Niat saya adalah menahan istri, dan saya tidak mau kehilangan istri saya. Bagaimana hukumnya?

4A. Dulu, kadang, saat istri saya marah dan meminta untuk pergi. Saya mencoba menahannya dengan kalimat menunda, seperti

"Tunggulah sampai besok pagi."
"Tunggu sampai Ramadhan, nanti kita bicara lagi."

Saya tahu saat itu (seperti selamanya) saya ingin mempertahankan pernikahan.
Apakah ada dampaknya?

4B. Saya menambahkan kata-kata dalam kurung, pada poin 4A di atas, belakangan. Apakah kalimat sebelum ditambahkan kata-kata dalam kurung tersebut bisa berdampak hukum pada pernikahan?

5. Circa akhir April/awal Mei kemarin, saat terjadi salah kaprah (di mana pernikahan kami secara rancu sempat disangka fasid, berlanjut pada sesudah tanggal 5 Mei di mana status kami sempat disangka bain shugra, walau alhamdulillah kemudian diluruskan oleh KSIA). Sempat terlontar beberapa kalimat, semuanya dalam konteks membahas/berdiskusi dengan istri. Seperti:

5A. "Berarti pernikahan kita selama ini dianggap tidak pernah terjadi"

5B. "Kita dianggap otomatis fasakh."

5C. "Akad yang dulu dianggap tidak pernah terjadi"

Semuanya diucapkan, tentunya tanpa niat apapun. Hanya membahas saja.

Bagaimana hukumnya?
Sejujurnya saya ketakutan saat menuliskan/mengucapkan kata-kata tersebut di atas, walau saya terus mengingatkan diri bahwa niat dan konteks saya adalah bercerita.

6. Termadang, untuk praktikalitas, saya menggunakan hp istri, sehingga kadang orang berpikir yang sedang berbicara adalah istri saya. Apakah ini ada dampak apapun?

7. Dulu, terkadang bila saat saya sedang memuji/membicarakan keunggulan istri, dia bergurau, "Kenalin sama istrinya." Seringkali saya hanya menggeram, tapi setidaknya satu kali, dia saya dorong ke dekat cermin dan saya berkata "Kenalin" (atau semacamnya). Apakah ada dampak?

8. Cukup lama, saya sering mengucapkan interjeksi/seruan seperti "Goodness!", atau "My Goodness!"
Yang saya maksudkan adalah menyeru Allah. Namun ada beberapa keadaan, saat menyeru tersebut, kepala saya blank, dan kata-kata tersebut terucap hanya sebagai ekspresi saja. Apakah merupakan kekufuran?

9. Saya pernah membaca bahwa pikiran tidak terucap yang dimaafkan adalah yang tidak menetap dan tidak terus-menerus.
Bagaimana bila sebuah pikiran (yang andai terucap termasuk kekufuran) berlangsung sampai setengah jam? Atau berulang dalam kurun waktu tersebut? Apakah sudah dihitung menetap?
Bagaimana bila terjadi dalam waktu setengah hari, walau dilawan terus menerus?

10. Ada swbuah lagu rap (Gangsta' Paradise) yang saya sering nyanyikan dulu yang baris pertamanya diambil dari doa pemakaman orang kristen (as I walk in dst) namun diartikan sebagai penggambaran kehidupan keras seorang anak jalanan. Baris selanjutnya dan seterusnya tidak berhubungan lagi dengan doa kristen tersebut.
Bagaimana hukumnya? Apakah berdampak murtad?

11. Bolehkah saya mendapat petunjuk cara melakukan ruqyah pada diri sendiri? Saya khawatur OCD saya ini dikompori jin. Dan bagaimana saya tahu bila memang ternyata ada gangguan jin pada saya?

JAWABAN

1A. Benar. Baca detail: Hukum Lintasan Hati
1b. Benar.

2. Tidak berdampak.
3. Sama saja tidak ada dampak. Karena itu bukan pernyataan (insya'). Lagipula itu seandainya pun masuk kinayah, tidak disertai niat. Contoh pernyataan: "Aku pergi"

4a. Tidak ada dampak, bahkan seandainya sharih. Baca detail: Cerai Masa yang akan Datang
4b. Ditambah atau tidak tetap tidak ada dampak.

5. Tidak berdampak karena dalam konteks bercerita. Baca detail: Cerita Talak

6. Tidak ada dampak. Jauh dari dampak apapun.

7. Tidak ada dampak.

8. Tidak ada dampak kekufuran.
9. Yang dimaksud terus menerus adalah dengan penuh kesadaran. Bukan timbul karena was-was dan semacamnya. Seperti dalam kasus anda. Baca detail: Was-was karena OCD

10. Tidak ada dampak.
11. Untuk tahu was-was dipengaruhi jin atau tidak maka harus dilihat oleh ahlinya yang bisa melihat jin. Namun tidak ada salahnya untuk dicoba. Baca detail: Doa Selamat dari Gangguan Setan

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.